PENDAHULUAN
Karbohidrat dapat dibagi dalam monosakarida
(glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida (laktosa atau gula susu, sukrosa
atau gula pasir dan maltosa) serta polisakarida (glikogen, amilum, tepung). (1)
Didalam klinis polisakarida tidak penting,
karena sebelum masuk ke dalam usus harus sudah dipecah lebih dahulu menjadi
disakarida oleh amilase dari ludah dan pankreas. Laktosa merupakan karbohidrat
utama dari susu (susu sapi mengandung 50 mg laktosa perliter. (1)
Lactose Intolerance adalah kondisi seseorang yang tidak mampu mencerna laktosa, yaitu suatu
bentuk gula yang berasal dari susu. Ketidakmampuan itu dapat disebabkan
kurangnya atau tidak mampunya tubuh memproduksi lactase, yaitu enzim pencernaan
yang diproduksi oleh sel-sel di usus yang bertugas memecah gula susu menjadi
bentuk yang lebih mudah diserap tubuh. Kondisi ini disebut juga dengan
defisiensi lactase (Lactase Deficiency). (2)
Pada beberapa kasus, ada anak-anak yang terlahir tanpa kemampuan
memproduksi enzim lactase. Namun, kondisi
tersebut membaik secara alami seiring waktu hingga usia 2 tahun, dimana tubuh
mulai 'belajar' memproduksi lactase sedikit demi sedikit. Jadi tidak heran jika
pada usia dewasa, gejala-gejala intoleransi laktosa itu bisa berangsur-angsur menghilang. (2)
Produk yang
mengandung laktosa
Selain dari susu
dan olahannya (seperti keju dan mentega), laktosa juga sering ditambahkan ke dalam
berbagai produk makanan jadi. Penderita intoleransi laktosa sebaiknya
mengetahui produk-produk makanan apa saja yang mungkin mengandung laktosa,
walaupun dalam jumlah yang sangat kecil. Beberapa produk yang mungkin
mengandung laktosa, yaitu:
- Roti, biskuit, kue kering, dan
sejenisnya
- Sereal sarapan
- Sup instant dan minuman sarapan
- Margarine
- Dressing salad
- Permen dan penganan sejenisnya
- Sediaan suplemen
- Creamer untuk kopi
- Bahan olahan instant (mix)
untuk pancake, biscuit, dan sejenisnya (2)
DEFINISI
Intoleransi laktosa adalah gangguan penyerapan laktosa yang disebabkan oleh karena defisiensi enzim laktosa dalam brush border usus halus. (3)
Intoleransi laktosa adalah gangguan penyerapan laktosa yang disebabkan oleh karena defisiensi enzim laktosa dalam brush border usus halus. (3)
EPIDEMIOLOGI
DAN INSIDENS
Suatu masalah yang mungkin penting bagi kesehatan masyarakat ialah
intoleransi laktosa atau defisiensi laktose. Kelainan ini terdapat sangat luas
di negeri yang sedang berkembang seperti di beberapa negara di Afrika, Asia dan
Amerika.
Angka kejadian intoleransi laktosa di Swedia diperkirakan berkisar antara 0,5 – 1,5%. Di Amerika Utara perkiraan jauh lebih rendah dari 0,5%.
Di Afrika angka kejadian intoleransi laktosa diperkirakan 81%, Muangthai 84% dan India 83%. Sedangkan di Indonesia angka kejadiannya juga tinggi, yaitu 86,4% pada anak yang mengalami malnutrisi energi protein, 72,2% bayi baru lahir, 51,3% anak umur 1 bulan – 2 tahun. (3)
Angka kejadian intoleransi laktosa di Swedia diperkirakan berkisar antara 0,5 – 1,5%. Di Amerika Utara perkiraan jauh lebih rendah dari 0,5%.
Di Afrika angka kejadian intoleransi laktosa diperkirakan 81%, Muangthai 84% dan India 83%. Sedangkan di Indonesia angka kejadiannya juga tinggi, yaitu 86,4% pada anak yang mengalami malnutrisi energi protein, 72,2% bayi baru lahir, 51,3% anak umur 1 bulan – 2 tahun. (3)
ANATOMI FISIOLOGI
Usus halus merupakan tabung kompleks,
berlipat-lipat yang terbentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Dinding
usus halus terdiri atas lapisan serosa, lapisan otot, lapisan sub mukosa dan
lapisan mukosa. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan
sirkuler, yang menonjol ke dalam lumen ± 3-10 mm. Lipatan tersebut nyata pada
duodenum dan jejunum, menghilang pada pertengahan ileum. Pada lipatan-lipatan
tersebut (vilus) terdapat mikrovili yang pada mikroskop elektron tampak sebagai
brush border. Enzim-enzim yang terletak pada brush border menyelesaikan proses
absorpsi . Di sekeliling vilus terdapat beberapa sumur kecil (kripta
lieberkuhn) yang merupakan kelenjar-kelenjar usus yang menghasilkan sekret
mengandung enzim-enzim pencernaan (termasuk laktose). Sel-sel yang tidak
berdiferensiasi di dalam kripta berproliferasi cepat dan bermigrasi ke ujung vilus
dimana mereka menjadi sel-sel absortif. Pada ujung vilus, sel-sel ini akan
lepas ke dalam usus halus. Pematangan dan migrasi sel dari kripta ke ujung
vilus membutuhkan 5-7 hari. Diperkirakan ± 20-50 juta sel epitel dilepaskan
setiap menit, karena laju pergantian sel yang tinggi, maka epitel usus rentan
terhadap perubahan dalam proliferasi sel. Pada permukaan membran mikrofili,
laktosa dihidrolisis oleh enzim laktosa menjadi glikosa dan galaktosa, kemudian
secara aktif diserap dan diangkut melalui sel absorbtif selanjutnya dialirkan
ke vena porta. (3)
PATOGENESIS
Proses pencernaan disempurnakan oleh suatu enzim
dalam usus halus. Banyak diantara enzim-enzim itu terdapat pada brush border
usus halus dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi. Enzim laktose
adalah enzim yang memecahkan laktosa (disakarida) menjadi glukosa dan galaktosa
(monosakarida) pada brush border, sehingga absorbsi dapat berlangsung. Bila
laktosa tidak dihidrolisis masuk usus besar, dapat menimbulkan efek osmotik
yang menyebabkan penarikan air ke dalam lumen kolon. Bakteri kolon juga
meragikan laktosa yang menghasilkan asam laktat dan asam lemak yang merangsang
kolon, sehingga terjadilah peningkatan pergerakan kolon. Diare disebabkan oleh
peningkatan jumlah molekul laktosa yang aktif secara osmotik yang tetap dalam
lumen usus menyebabkan volume isi usus meningkat. Kembung dan flatulens
disebabkan oleh produksi gas (CO2 dan H2) dari sisa disakarida di dalam colon. (3)
ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Intoleransi laktosa terjadi karena adanya
defisiensi enzim laktose dalam brush border usus halus. Sampai sekarang dikenal
3 bentuk dari defisiensi laktose, yaitu :
·
Defisiensi
laktose yang diwariskan
·
Defisiensi
laktose primer
·
Defisiensi
laktose sekunder. (3)
Defisiensi laktose yang diwariskan terjadi pada
individu dengan genotif homozygot resesif. Kejadian jarang yaitu 1 perseratus
ribu penduduk, sehingga sering sekali tidak dibicarakan, sedangkan defisiensi
laktosa primer dan sekunder lebih sering terjadi. Defisiensi laktose primer
terjadi sebagai akibat induksi sintesis laktose menurun, sebab laktose
merupakan enzim yang sintesisnya dapat diinduksi. Ketidaksukaan minum susu
mungkin merugikan, sebab tidak ada induksi enzim laktose. Defisiensi laktose
sekunder yang menyertai malabsorbsi dapat terjadi pada kerusakan mukosa usus
halus, misalnya akibat infeksi. Kejadian ini sering kali dijumpai pada anak
diare setelah minum botol. Tentunya laktose tidak defisiensi lagi, bila
kerusakan mukosa usus telah membaik dan infeksi telah teratasi. (3)
GEJALA KLINIS
Pada bayi-bayi kecil, awitan penyakit ini
biasanya terjadi secara akut dan ditandai dengan muntah-muntah serta diare
seperti air. Baik pada bawaan maupun pada yang didapat penderita menunjukkan
gejala yang sama, ditemukan diare yang sangat sering, cair, bulky, dan berbau
asam, meteorismus, flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut
pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi. (3)
DIAGNOSIS
Pada seseorang
yang menderita intoleransi laktosa, bila dia mengkonsumsi sejumlah dosis uji
dari laktosa maka dia akan mengalami diare, perut kembung dan rasa tidak enak
pada perut dalam 20-30 menit. Dosis pengujian ini tidak dipecah menjadi
glukosa, sehingga kadar glukosa dalam darah tidak akan meningkat.
Mungkin perlu dilakukan biopsi usus halus. Contoh dari usus halus tersebut diperiksa dibawah mikroskop dan dilakukan pengujian untuk aktivitas laktase atau enzim lainnya. Tes ini juga dapat menunjukan adanya kemungkinan lain yang menyebabkan malabsorbsi. (4)
Mungkin perlu dilakukan biopsi usus halus. Contoh dari usus halus tersebut diperiksa dibawah mikroskop dan dilakukan pengujian untuk aktivitas laktase atau enzim lainnya. Tes ini juga dapat menunjukan adanya kemungkinan lain yang menyebabkan malabsorbsi. (4)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.
Pengukuran
pH tinja (pH < 6)
2.
Penentuan
kadar gula dalam tinja dengan tablet “Clinitest”
Normal tidak terdapat gula dalam tinja
(+ = 0,5%, ++ = 0,75%, +++ = 1%, ++++ = 2%)
Normal tidak terdapat gula dalam tinja
(+ = 0,5%, ++ = 0,75%, +++ = 1%, ++++ = 2%)
3.
Laktosa
loading (tolerance) test
Setelah pasien
dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgBB. Dilakukan pengukuran
kadar gula darah sebelum diberikan dan setiap 1/2 jam kemudian sehingga 2 jam
lamanya. Positif jika didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau
kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg%.
4.
Barium meal
lactose Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan
barium laktosa. Positif bila larutan barium lactose terlalu cepat keluar (1
jam) dan berarti sedikit yang diabsorbsi.
5.
Biopsi
Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktose dalam mukosa tersebut. (1,3)
Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktose dalam mukosa tersebut. (1,3)
PENATALAKSANAAN
Untuk mengatasi intoleransi laktosa secara
mendasar perlu dipelajari terlebih dahulu berbagai aspek yang berkaitan dengan
intoleransi, antara lain pengertian intoleransi yang lebih jelas, cara diagnosis
dan sifat laktosa. Dipandang dari kebutuhan zat gizi tubuh mungkin kejadian
intoleransi laktosa berakibat absorbsi zat gizi yang kurang efektif sebab pada
intoleransi ada hiperplastik sehingga keberadaan makanan di usus singkat. Diberikan
susu rendah laktosa (LLM, Almiron) atau free lactose selama 2-3 bulan kemudian
diganti kembali ke susu formula yang biasa. Kadar laktosa almiron 1,0%, LLM
0,8%, sobee 0%. Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu
rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi
laktosa yang diwariskan diberikan susu bebas laktosa. Yogurt biakan hidup
mengandung bakteri yng memproduksi enzim lactase dengan demikian dioleransi
oleh orang dengan defisiensi lactase. (3,5)
Selain itu, Air
Susu Ibu (ASI) merupakan minuman sekaligus makanan terbaik dan alami untuk
bayi.Yang paling bersih, bergizi, dan murah. (6)
Namun, karena
berbagai kendala atau alas an, tidak sedikit kaum ibu yang coba menggantikan
ASI dengan susu sapi. Padahal, pada kenyataannya banyak anak, terutama balita
yang allergi terhadap susu sapi. Responnya bisa berupa mual, muntah, diarre,
dan gejala sakit perut lainnya. Ini pertanda system pencernaan tidak mampu
mencerna dan menyerap laktosa (lemak susu) dengan baik. Kondisi demikian dikenal
dengan istilah INTOLERANSI LAKTOSA; yang disebabkan terbatasnya enzyme
lactase dalam tubuh- yang berfungsi memecah laktosa menjadi glukosa dan
galaktosaa (monosakarida) agar lebih mudah dicerna usus. (6)
Sebagai
alternative, susu kedelai dapat dijadikan pengganti susu sapi dan minuman
pendamping ASI bagi balita. Salah satu kelebihan susu kedelai dibandingkan
dengan susu sapi adalah, tidak adanya laktosa susu . Karena itu, anak yang
allergi terhadap susu sapi sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi susu kedelai;
demikian juga untuk orang dewasa yang allergi terhadap susu sapi. (6)
Khusus untuk
balita, susu kedelai sebaiknya diberikan setelah anak berumur diatas satu
tahun. Porsinya cukup 250 500 ml. atau 1 – 2 gelas perhari. Dua gelas susu
kedelai mampu men-suplai 30 % kebutuhan protein perhari bagi balita. Susu
kedelai dapat diberikan setelah atau sebelum makan, tergantung kebiasaan dan
selera anak. (6)
DIAGNOSIS BANDING
Malabsorbsi lemak
Steatore atau bertambahnya lemak dalam tinja
merupakan suatu conditio sine qua non untuk diagnosis lemak. Prosedur yang
paling sederhana ialah pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis.
Tanda-tanda makroskopis tinja yang karakteristik tinja berlemak ialah lembek,
tidak berbentuk, berwarna coklat muda sampai kuning, kelihatan berminyak. (3)
PROGNOSIS
Pada kelainan intoleransi laktosa yang diwariskan prognosisnya kurang baik sedangkan pada kelainan yang primer dan sekunder prognosisnya baik. (3)
Pada kelainan intoleransi laktosa yang diwariskan prognosisnya kurang baik sedangkan pada kelainan yang primer dan sekunder prognosisnya baik. (3)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak 2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1985.
2.
Intoleransi laktosa. Available at info-sehat.com
3.
Intoleransi laktosa. Available at medlineplus.com
4.
Intoleransi terhadap gula. Available at medicatore.com
5.
Behrman RE., et.el. Ilmu Kesehatan Anak NELSON Edisi 15
Bagian 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2000.
6.
Kedelai sumber pangan bergizi tinggi. Available
antamedianetwork.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar